Saturday 10 July 2010

Kembali Bermimpi

Kabut masih menggantung saat Merlin turun dari kereta. Masih pagi buta, stasiun besar nan berumur itu masih lengang. Sudut mata Merlin menangkap sosok seseorang pemuda yang terduduk di bangku stasiun, rambutnya yang panjang menutupi wajah berkacamata tersebut. Merlin sendiri heran, mengapa ia menghabiskan sekian menit untuk memperhatikan sosok yang bahkan tidak dikenalnya itu. Pemuda itu bisa saja hanya seorang yang ketinggalan kereta malam dan harus menungu hingga pagi. Atau seorang backpacker yang menghindari biaya hotel yang akan mengurangi jatah makannya.
"Tapi kenapa ia tidak membawa backpack? Tidak ada tas apapun di sekitarnya? Ah, sudahlah". Merlin pun mengakhiri analisisnya. Ia tidak akan menyia-nyiakan sejuk udara pagi dan ingin bergegas meneruskan lelap di kamar kosnya yang hangat.

Sayang rencananya untuk menyambung tidur tidak berjalan semulus itu. Saat matanya terpejam, Merlin malah diganggu sebuah mimpi tentang pemuda yang dilihatnya tadi pagi. Dalam mimpinya, mereka bicara panjang tentang sebuah perjalanan. Pemuda tersebut menunjukan sebuah tiket ke sebuah tujuan yang belum pernah didengarnya. Tiket itu merupakan hasil dari sebuah dorongan impulsif, ia pergi ke sebuah biro perjalanan, menunjuk sebuah kota dan membeli tiket ke kota tersebut. Merlin hanya mengangguk kagum, sudah lama ia ingin melakukan hal semacam itu. Ia menelan pemikirannya dan membiarkan pembicaraan mereka kembali mengalir sampai kereta pemuda itu datang pukul 13.20. Pemuda itu tersenyum santun dan melangkah naik ke kereta. Merlin belum melepas padangannya saat ia melihat pemuda itu ambruk karena ditikam sebuah benda tajam. Mimpi itu tidak mengijinkan Merlin untuk melihat jelas apa yang terjadi, ia terbangun saat suara gemuruh petir menyambar dari langit yang kini berwarna keabuan.

Pukul 12.40, ia bahkan tidak ingin memikirkan mimpi yang baru saja dialaminya namun kehangatan kota ini telah melemahkan apatisnya. Tubuhnya menolak untuk kembali bergelung dengan selimut dan kakinya melangkah ke arah luar, menuju stasiun. Ia sadar, perjalanannya tidak akan mulus, mendung sudah begitu pekat, hujan pasti akan turun dalam hitungan menit. Akan tetapi, kakinya seperti terpasak saat menunggu bus di pinggir jalan, ia sama sekali tak bisa menuruti keinginannya untuk kembali berlindung di kamarnya yang kering. Ia nyaris harus berseteru dengan angin yang bertiup kencang hanya untuk sampai ke stasiun yang ia tinggalkan tadi pagi. Dengan nafas terengah-engah, ia masuk ke sebuah kereta dan mencari sosok yang dimimpikannya. Ia sedikit lega karena belum menemukan ceceran darah maupun tanda-tanda terjadinya penikaman apapun.

"Sial!" hardik Merlin saat mulai kereta berjalan. Melompat dari pintu gerbong merupakan kegilaan yang lebih terlihat bodoh. Lagipula dengan hujan yang kini menguyur tanpa ampun, ia sadar pilihannya hanya berada dalam kereta itu dan menemukan pemuda yang ia cari. Paling tidak, sekedar untuk memastikan tak ada tragedi yang terjadi hari ini.

(Chaos)

No comments:

Post a Comment