Wednesday 16 June 2010

Merlin

Ia selalu mengutuk nama yang diberikan padanya semenjak kecil, Merlin. Terdengar seperti penyihir, pikirnya. Walau tidak banyak orang di sekitarnya yang mengetahui legenda tentang si penyihir hebat yang terdapat pada cerita Raja Arthur dari Inggris tersebut, tetapi ia tetap merasa risih.

"Kamu terlalu banyak membaca dongeng aneh itu, Nak. Nama kamu itu bagus," ibunya menjawab rengekan Merlin untuk kesekian kalinya dengan jawaban yang sama. Sayangnya beliau tidak bisa memberi jawaban memuaskan dan hal itu membuat Merlin terus membuatnya mengutuki namanya tersebut. Rengekannya berhenti pada hari ia genap berusia 15 tahun. Saat itu ia teryakinkan, bahwa ia memang penyihir.

Demi apapun, ia bersumpah, ada udara aneh yang menyelimuti dirinya. Belum lagi dedaunan yang bergemirisik dengan tidak normal saat ia berjalan. Ia merasa diperhatikan, dibicarakan dan ditemani oleh entah apa. Ditambah mimpi-mimpinya yang sering kali terasa terlalu nyata. Tidak perlu menumpang sapu terbang atau memelihara kucing hitam, ia sudah cukup mengerti ia memeliki sesuatu yang berbeda. Sayang fakta itu tidak membuatnya senang, hal-hal tersebut malah mengekangnya dalam sebuah ruang maya yang kemudian dengan sukses menjauhkannya dari dunia nyata dan menempelkan predikat menyebalkan itu: ANEH.

(chaos)

1 comment:

  1. weits, jarang-jarang nih sasa bikin cerpen kayak gini.. jangan bilang akhirnya lo menyerah dan memutuskan baca hape sa?
    hehehe..

    ReplyDelete